Sabtu, 21 November 2015

[Review Novel] Paper Towns Karya John Green


Summary

Who is the real Margo?

Quentin Jacobsen has spent a lifetime loving the magnificently adventurous Margo Roth Spiegelman from afar. So when she cracks open a window and climbs into his life—dressed like a ninja and summoning him for an ingenious campaign of revenge—he follows. After their all-nighter ends, and a new day breaks, Q arrives at school to discover that Margo, always an enigma, has now become a mystery. But Q soon learns that there are clues—and they're for him. Urged down a disconnected path, the closer he gets, the less Q sees the girl he thought he knew...


Review 

Novel ini menceritakan tentang seorang cewek bernama Margo Roth Spigelman yang menghilang. Kira-kira begitulah isi ringkasan dari novel ini. Terpengaruh dari ide ceritanya tentang pencarian orang hilang, yang berarti ada unsure detektif-detektifnya dan yang biasanya cerita seperti itu bikin penasaran, jadi deh aku tertarik untuk membaca novelnya. Untungnya sebelum membacanya aku tidak membaca komentar dan review orang di goodreads. Karena reviewnya juga banyak yang agak negative juga, yang akan aku jelaskan nantinya.

Tentang penulis novel ini, tentunya banyak orang yang sudah mengenal John Green, penulis novel best seller The Fault in Our Star atau yang disingkat TFIOS. Filmnya di awal release juga katanya banyak yang bikin orang nangis but me heuheu. Meskipun aku tidak terlalu terenyuh gitu saat menonton filmnya, harus aku akui aku suka style John Green dalam bercerita. Yang juga menjadi alasan utama aku mau membaca Paper Towns ini. 

Seperti yang aku katakakan tadi, novel ini ada bau-bau detektifnya. Saat melihat judulnya aku jadi  bertanya-tanya apa maksud paper towns itu. Ternyata maksudnya ya itu. Silahkan baca sendiri deh, heheh. 

Kelebihan dari novel ini adalah pertama, novel ini bikin penasaran. Pertanyaan-pertanyaan seperti Margo hilangnya kemana? Gimana endingnya nanti? Dan yang paling bikin penasaran, kira-kira bagaimana caranya Margo bisa ditemukan? 

Yang kedua, kelebihan dari novel ini adalah penulisnya bisa bercerita dengan baik. Aku sudah menyebutkannya ya tadi? Pokoknya novel ini bisa bikin nggak bosen. Terutama untuk kategori novel Young Adult. Apalagi novel ini diisi dengan humor dan filosofi kehidupan. Ohyah, salah satu petunjuk yang diberikan oleh margo adalah ada di dalam sebuah puisi. Yang bikin novel ini makin berwarna aja. Apalagi nama-nama karakternya juga unik, kayak Quentin dan Margo yang menjadi tokoh utama di dalam novel ini. Selain nama yang unik, karakter yang kuat menjadi poin lebih dari novel ini. Karakter yang kuat maksud aku disini adalah karakter yang terlihat keunikannya masing-masing. Yang bikin pembacanya, seperti aku, jadi begitu menyukai atau membencinya.
 
Berikut beberapa karakter yang cukup aku suka dan tidak sukanya. Karakter yang paling tidak aku sukai adalah Margo. Alasannya?

Saat menghilang, Margo meninggalkan beberapa clues agar semua orang mau mencarinya. Sebenarnya clues itu sengaja ditinggalkannya untuk Quentin teman masa kecilnya, yang menurutku, adalah cinta pertamanya meskipun sepertinya ini tersirat dan tidak tertulis secara gambling di dalam novel. Margo adalah seorang gadis yang popular, sedangkan Quentin adalah cowok biasa-biasa saja. Jujur aja, aku kurang suka dengan sifat-sifatnya Margo. Oke, dia memang popular, tapi dia menghilang seenak jidatnya sendiri. Tidak mengabari dan tidak memberitahu dimana keberadaannya. Tentu aja orang tuanya cemas. Teman-temannya cemas. Apalagi Quentin yang udah naksir Margo dari kecil dan diam-dia selalu menyukai Margo. Emang perbuatannya menghilang itu terbilang cukup berani dan ia udah terbiasa menghilang dan meninggalkan petunjuk-petunjuk supaya orang bisa mencarinya. Tapi justru itu bikin dia makin keliatan egois dan hanya mencari perhatian orang lain.
 
Sedangkan Quentin, dia seperti pahlawan—Margo diakhir cerita juga menganggapnya seperti itu—yang menurut aku karena saking naksirnya sama Margo, tetangganya yang gak pernah anggap dia sejak mereka kecil, kok mau-maunya mecahin clues yang dikasih Margo supaya bisa menemukannya. She doesn’t deserve that! Ugh!

Karakter yang paling aku suka di novel ini adalah Radar, aku lupa nama aslinya hehe. Dia adalah sahabatnya Quentin dan Ben. Radar cukup bijak saat menasehati Quentin, kalau semua orang itu gak bisa dipaksa untuk menjadi seperti dirimu. Kamu adalah kamu, kamu bukan orang lain dan tidak bisa menjadi orang lain. Orang lain juga tidak bisa menjadi sama sepertimu atau memiliki sifat dan keinginan yang sama sepertimu. Karena sifat orang itu beda-beda. Kira-kira begitulah yang disampaikan oleh Radar saat Quentin berantem sama Ben.
 
Omong-omong, setelah aku selesai membaca novel ini aku langsung melihat review orang di goodreads. Beberapa ada yang bilang novel ini mirip sekali dengan Looking For Alaska. Bahkana da yang bilang harusnya novel ini berjudul Looking For Margo. Saat berada di bagian tengah cerita aku juga berfikir kira-kira Looking for Alaska ceritanya seperti apa? Apa ada orang yang menghilang juga? Aku belum berani baca review orang di goodreads sih. Karena gak mau terpengaruh di komentar negatifnya. Meskipun banyak yang bilang kedua novel Paper Towns dan Looking For Alaska itu punya pola yang sama dan mirip, aku jadi makin penasaran dan ingin membaca untuk melihat sendiri kemiripan kedua ceritanya. 

Untuk penilaian keseluruhan aku masih bingung sih mau memberikan 4 bintang atau 3, tapi aku akhirnya, memutuskan memberikan bintang 3. Novelnya memang menarik, bikin pembaca penasaran dan gak bikin bosen. Tapi yah karena karakter Margo yang ruined isi ceritanya. Karena secara gak langsung karakter Margo juga mempengaruhi isi cerita. 
 
Okay, selanjutnya aku bersiap untuk Looking for Alaska. ^_^



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Awal yang Baru

source: pinterest.com Dari luar jendela, kudengar rintik hujan mengetuk-ngetuk bumi. Kubuka pintu kamar dan berjalan menuju balkon. Ku...