Senin, 24 Desember 2018

Kotak Berisi Benang-benang Ruwet

https://i-h2.pinimg.com/564x/0f/00/24/0f0024c163e64f88a902919a3d3ab865.jpg
sumber: pinterest


“Wah, enak dong jadi kamu.”

“Kamu harusnya begini…”

“Kalau aku jadi kamu, aku pasti akan…”

Di dalam hati aku berkata, “Nggak, kamu nggak akan mau jadi aku, memiliki hidup seperti aku.” Tapi, tentu saja hal itu nggak aku sampaikan secara langsung. Sering kali aku mendengar kata-kata serupa dilontarkan oleh orang lain. Seolah mereka tahu benar apa yang mesti dan bisa aku lakukan. Apa-apa yang menurut mereka benar dilakukan. Tentu saja yang benar menurut mereka itu mengikuti standar mereka. Dan, seperti yang kita tahu, kebenaran itu sebenarnya tergantung pada sudut pandang kamu melihat. Ketika mereka melihat menggunakan kacamata sudut pandang mereka saja, mereka menilai hal itu benar untuk dilakukan. Meskipun mereka tidak melihat kacamata dari sudut pandangku yang memiliki hidup secara langsung.

Well, aku juga tidak akan menghakimi apa yang mereka katakan. Kucoba untuk berikan senyum dan ucapan terima kasih. Atau cukup mengangguk dan mendengarkan saja.

“Kalian tidak mengerti…”

Pernah kusuarakan keenggananku. Namun, tentu saja respon yang seperti ini menuntut penjelasan. Tidak mengerti kenapa? Coba dijelaskan. Ah, bahkan aku pun tidak ingin membaginya dengan kerumitan pikiranku. Aku hanya ingin membiarkan benang-benang ruwet itu disimpan di salah satu sudut benakku. Biarkan tetap di sana. Sewaktu-waktu akan kubuka ketika tidak ada orang.

“Kalian tidak pernah mengalami hal yang pernah aku alami…”

Menyenangkan rasanya setelah membuka kotak berisi benang ruwet itu. Kini, simpul-simpul yang membuat benang itu terpilin telah diluruskan dan aku bisa menyimpan benang itu kembali di dalam kotak kenangan. Namun, tahu apa yang terjadi setelahnya? Aku tidak bisa menghindari tatapan mereka yang kini berbeda yang diikuti dengan ingatan betapa menyedihkannya diriku. Menyedihkan karena aku harus membuka kotak itu dan memperlihatkannya kepada orang lain.

Dan kini, jika mendapatkan saran apa pun, aku akan diam saja. Cukup mendengarkan. Aku menghargai mereka yang masih memedulikanku.

Seiring bertambahnya usia, aku mulai melihat banyak kehidupan orang lain. Kotak-kotak penuh benang yang pernah aku intip. Warna-warna dan bentuk simpulnya berbeda dengan milikku, tapi bentuk kusutnya begitu nyata. Semua orang memiliki dramanya masing-masing. Sang pencipta menyesuaikan takarannya sesuai dengan kemampuan manusia. Seperti petinju di sebuah game, setiap manusia memiliki kemampuan untuk membela dirinya. Untuk melindungi diri. Untuk menghadapi dramanya masing-masing. Tak usah risau, semua orang mendapatkannya. Tuhan itu Maha Adil.

Dan, hei, masalahmu tidak sebesar itu tergantung kacamata siapa yang kamu pakai. Jika menurutmu begitu besar, artinya Tuhan menyangimu. Kamu mampu menghadapinya. Tuhan mengetahuinya. Dia memberikan kamu kemampuan lebih untuk menyelesaikannya.

Ingatkan aku untuk mengatakan hal ini kepada diriku. Aku mungkin akan membutuhkannya lagi suatu hari nanti. Bukankah setiap naik kelas, ujiannya akan semakin berat?

Rabu, 19 Desember 2018

Dimples



Hasil gambar untuk sun flower
source: www.suttons.co.uk
You smiled.

It was so rare I saw you smiled. Both of my eyes blinked. I just realized that you had dimples on your cheeks. I was so speechless. The world around me suddenly turned out to be mute mode. No sounds from the music from the speaker and no group chit chat from the table beside ours. I even forgot what I was going to say to you. My brain seemed to be frozen.

“What?” You asked.

“Nothing,” I shook my head. By the time, I promised to my self I wanted to see your smiles more often.


__________________________
Inspired by You Mean The Whole World To Me - Christina Perri

Minggu, 02 Desember 2018

Kembalilah


https://i-h2.pinimg.com/564x/b5/aa/f0/b5aaf03fe18d2b209412481d4dbf2111.jpg
sumber: pinterest


Aku duduk di depan beranda rumahku. Senja telah turun menuju peraduannya sejak sepuluh menit yang lalu, gelap perlahan mulai merambat di atas langit. Namun aku masih terpaku dengan perubahan itu. Masih kuingat tatkala kudengar Senja yang berbisik pelan kepada Langit sebelum beranjak pergi.

“Hei, aku akan kembali esok hari. Jangan bersedih. Aku akan kembali.”

Dan, seperti kekasih yang menaruh begitu percaya kepada pasangan yang dicintainya, langit merelakan kepergian senja. Pertemuan mereka memang begitu sebentar, namun langit akan menunggu pertemuan berikutnya dengan sabar. Seperti yang dikatakan oleh Senja, Langit mencoba untuk bersedih. Mereka akan bertemu kembali keesokan harinya. Langit begitu mempercayai Senja. Langit begitu mencintai Senja hingga mempercayainya saja. Padahal, siapa yang akan tahu apa yang akan terjadi keesokan harinya?

Ingin kupukpuk punggung Langit dan memberikannya sebaris kata penuh simpati. “Aku mengerti apa yang kau rasakan, kekasihku pun berjanji akan kembali.”

“Kapan?” Langit bertanya.

“Secepatnya.”

“Kau mempercayainya?”

“Seperti kau dan aku, apalagi yang bisa aku percaya selain harapan?”

Karena, tidak ada janji maupun ikatan. Aku memilih percaya kau akan kembali dan kita akan bertemu lagi. Secepatnya. Seperti yang pernah kau katakan.

Langit kembali kepada heningnya dan tenggelam dalam muram penuh durja. Jauh berkilo meter di bawahnya, aku pun larut di dalam pikiranku sendiri akan janji dan bayang terakhir kali aku bertemu dengan dirimu. Sekelumit pertanyaan itu kembali berdengung kembali di dalam pikiranku. Akankah kita bertemu lagi? Apakah kau ingin menemuiku lagi?

Tepat ketika dengungnya semakin keras, aku tersentak.

“Ondeh, anak gadih. Ndak elok manuang-manuang di lua do. Iko ciek, anak bujang alah sanjo sibuk juo jo hapenyo.”

Aku meilirik kakak lakiku yang juga kini sedang dijewer oleh ibuku dan mengaduh-ngaduh sembari berdiri dari tempatnya. Aku terkikik.

Terima kasih Ibu, telah menarikku kembali ke kenyataan.


______________ 

Terinspirasi dari Say You Won't Let Go - James Arthur

Awal yang Baru

source: pinterest.com Dari luar jendela, kudengar rintik hujan mengetuk-ngetuk bumi. Kubuka pintu kamar dan berjalan menuju balkon. Ku...