Sabtu, 05 Desember 2015

[Review Novel] Pulang karya Tere Liye

Pulang adalah novel Teri Liye yang pertama saya baca, meskipun saya sering melihat di jajaran rak buku utama di toko buku gramedia banyak tertampang novel-novel Tere Liye yang berlabel best seller. Dan saat saya selesai membaca novel ini, saya mengerti kenapa karya Tere Liye bisa menduduki jajaran buku bestseller. Novelnya keren banget >.<

Awalnya, saya pikir novel ini akan berkisah tentang seseorang perantau yang bernama Bujang yang tidak pulang-pulang. Dia menjadi anak durhaka dan kemudian tertimpa akibatnya. Seperti dongeng klasik malin kundang yang sering dijejeli kepada anak-anak agar tidak durhaka kepada orang tuanya. Apalagi settingnya sumatra, dan ada nama Bujangnya. Saya sudah curiga novel ini juga mengangkat tentang Sumatra Barat. Bujang adalah panggilan untuk anak laki-laki yang masih muda, namun sampai tua biasanya juga akan dipanggil Ujang atau Bujang. Lalu juga ada kisah tentang merantau--yang saya tangkap dari sinopsis di belakang buku--lengkap sudah asumsi saya bahwa ini settingnya di sumatra barat. Saya sengaja tidak membaca review dimana-mana agar nggak bias, tidak terpengaruh dari orang lain, hehe.

Betul saja kecurigaan saya. Latar belakang Bujang, si karakter utama, berasal dari Talang. Talang adalah salah satu daerah di Solok. Yang mana saya tahu di Solok banyak sawah tadah hujan makanya ada lagu "bareh solok lamak rasonyo".

Tapi kecurigaan saya hanya berakhir disitu saja. Pada halaman-halaman selanjutnya saya menemukan bahwa novel ini bukan hanya menceritakan tentang seorang anak laki-laki yang merantau dan tinggal jauh dari orang tuanya. Tapi lebih dari itu. Novel ini menceritakan tentang shadow economy, dunia hitam dimana karakter Bujang masuk dan menjadi pelaku utamanya. Seperti menonton film action, saat Bujang menghadapi musuhnya saya ikut menahan napas, saat mereka menang di pertempuran saya ikut senang.Tere Liye mampu mendeskripsikan dengan baik sehingga kita bisa seperti menonton film saat membaca bukunya. Riset yang dilakukan oleh penulis juga semakin memperkaya novel ini sehingga menjadi semakin menarik untuk dibaca karena terasa nyata. Saya juga suka dengan ending dari novel ini yang tidak maksa. Tapi saya penasaran dengan kisah cintanya Bujang yang tidak disinggung di dalam novel ini walaupun dia sudah berumur 35 tahun di akhir cerita. Atau hanya saya yang tidak ngeh karena penulis menceritakannya secara tersirat?

Pulang mengandung banyak pesan moral yang tersirat dan tidak seperti menggurui. Ada nuansa islaminya, meskipun dalam novel ini karakter utamanya tidak menunjukkan diri sebagai orang yang alim. Novel ini bukan menceritakan tentang bakti kita kepada orang tua. Tapi lebih daripada itu. Tentang hubungan manusia dengan penciptanya. Sejauh apapun kita melangkah, kita tetap akan kembali kepada-Nya. Kita tidak bisa mengingkari. Itulah defenisi pulang yang saya dapatkan dari novel ini.

Minggu, 22 November 2015

[Review Movie] All is Well (2015)


Film ini wajib ditonton buat yang lagi butuh hiburan dan lagi suntuk atau lagi kesel lagi galau. Pokoknya ngehibur banget. Lucu tapi penuh haru. Bikin ketawa tapi juga bikin nangis.

Mungkin buat yang udah pernah nonton 3 idiots sudah tahu dengan kalimat All is Well. Yang artinya semuanya baik-baik saja. Kita harus tetap berfikir positif bahwa apapun masalah dan rintangan yang kita hadapi akan ada jalan keluarnya. Film ini juga filosofinya seperti itu. All is Well. Kita harus berfikir positif supaya hasilnya juga positif.

Film ini menceritakan tentang hubungan orang tua dan anak. Khususnya konflik antara ayah dan anak. Mereka memiliki banyak masalah dan berusaha melarikan diri dari masalah tersebut. Tokoh ayahnya diperankan oleh Rishi Kapoor, memiliki masalah dengan toko rotinya yang tidak terlalu laku. Ia dan istrinya (yang dibintangi oleh Supriya Pathak) sering bertengkar semenjak anaknya kecil. Anaknya yang bernama Inder yang dibintangi oleh Abhishek Bachchan muak dengan pertengkaran orang tuanya. Ia bahkan tidak menyukai ide ayahnya yang ingin meneruskan usaha toko rotinya bersama-sama dengan dirinya. Setelah lulus, Inder pergi merantau ke Australia. Disana ia bekerja sebagai musisi. Ia bahakan jatuh cinta dengan Nimmi, seorang gadis yang juga berasal dari India dan tinggal di Australia.

Suatu hari Inder mendapatkan kabar bahwa ayahnya akan menjual toko rotinya dan Inder juga akan mendapatkan bagiannya dengan syarat Inder harus kembali ke India untuk mendatangi surat-suratnya. Saat itu Inder membutuhkan uang untuk membuat albumnya. Ia memutuskan kembali ke India, yang disaat bersamaan Nimmi juga harus kembali ke India karena ia akan menikah. Nimmi sudah berusaha agar Inder berfikir ulang dan mau menikah dengannya. Namun Inder tetap tidak mau berkomitmen.

Saat sampai, Inder baru mengetahui bahwa orang yang bernama Chimmer yang menelponnya kemarin adalah debt collector. Ayahnya terlilit hutang dengan debt collector dan menggadaikan tokonya sebagai jaminannya. Sang debt collector membutuhkan tanda tangan Inder dan ayahnya untuk surat-suratnya. Chimmer memberikan waktu satu hari kepada ayah dan anak itu agar mendatangi surat-surat jual belinya.

Tidak hanya soal hutang piutang ayahnya, Inder juga mnegetahui bahwa ibunya sakit Alzheimer. Ia membawa ibunya pulang. Sesampainya di rumah, Chimmer menagih tanda tangan itu. Mereka terselamatkan karena Chimmer dikejar-kejar polisi. Banyak kejadian lucu di scene ini. Seperti tukar menukar mobil, atau adegan saat Chimer dan polisinya jatuh. XD

Dari situlah dimulai petualangan Inder, ayahnya, ibunya, bersama Nammi. Lanjutannnya silahkan ditonton sendiri ya. XD

Film ini bagus mungkin juga karena aktor-aktor yang pinter banget memainkan perannya. Tokoh ayahnya, ibunya, Inder, Nymmi, Chimme, dan lain-lainnya membuat film yang release tanggal 25 Agustus ini jadi bagus banget. Keren semua pokoknya! Film ini selain lucu, juga memiliki banyak pesan moral. Pertama, punya impian boleh saja namun jangan egois, pertimbangkan orang-orang terdekatmu, terutama orang tua. Sering kali kita sebagai seorang anak berfikir bahwa impiannya tidak sejalan dengan keinginan orang tua. Kita bisa kok meraih impian sekaligus membahagiakan orang tua.

Kedua, film ini seperti filosofinya All is Well memberikan pesan moral agar kita jangan pernah lari dari masalah itu, tapi hadapilah dan pikirkan solusinya. Akan ada selalu jalan untuk setiap masalah jika kita berfikir positif, misalnya niatnya untuk membahagiakan orang tua. AKu terharu banget saat Inder berusaha menebus kesalahannya dengan memberikan hadiah-hadiah yang tidak pernah dibayangkan oleh kedua orang tuanya bisa terwujud.

Berfikir positifnya ini juga menjadi prinsip hidup Nimmi. Ia percaya dengan top secret. Aku pernah menonton video tentang top secret ini saat SMA. Intinya, top secret dari kehidupan ini adalah kita harus terus berfikir positif dan berfikir yang baik-baik saja, semesta akan mempertemukan kita dengan apa yang kita fikirkan. Berfikir negative, maka akan kejadian yang jelek-jelek. Berfikir positif, maka kita akan bertemu dengan impian kita. Nimmi selalu membawa buku top secret ini kemana-mana. Ia selalu meyakinkan Inder agar berfikir positif tentang hubungan mereka. Namun Inder yang sudah melihat pernikahan ayah dan ibunya yang berantakan selalu pesimis dan berfikir negative tentang pernikahan. Hingga akhirnya Nimmi menyerah dan membuag buku top secretnya yang memiliki arti bahwa ia tidak percaya lagi dengan berfikir positif. 

Ending dari film ini berakhir bahagia, lucu, dan bikin ketawa. Yuk nonton filmnya ^_^

Bonus: salah satu scene saat para polisi ngejar-ngejar Chimme dan anak buahnya. Polisi dengan mobilnya mendorong mobil yang dipakai Chimme hingga masuk ke dalam gubug.


Trus pas mobil polisi dan mobil yang dipakai Chimme masuk ke dalam gubuk, gubuknya jadi tergeser kanan kiri, sementara mobilnya dua-duanya masih dalam gubuk XD

Sabtu, 21 November 2015

[Review Novel] Paper Towns Karya John Green


Summary

Who is the real Margo?

Quentin Jacobsen has spent a lifetime loving the magnificently adventurous Margo Roth Spiegelman from afar. So when she cracks open a window and climbs into his life—dressed like a ninja and summoning him for an ingenious campaign of revenge—he follows. After their all-nighter ends, and a new day breaks, Q arrives at school to discover that Margo, always an enigma, has now become a mystery. But Q soon learns that there are clues—and they're for him. Urged down a disconnected path, the closer he gets, the less Q sees the girl he thought he knew...


Review 

Novel ini menceritakan tentang seorang cewek bernama Margo Roth Spigelman yang menghilang. Kira-kira begitulah isi ringkasan dari novel ini. Terpengaruh dari ide ceritanya tentang pencarian orang hilang, yang berarti ada unsure detektif-detektifnya dan yang biasanya cerita seperti itu bikin penasaran, jadi deh aku tertarik untuk membaca novelnya. Untungnya sebelum membacanya aku tidak membaca komentar dan review orang di goodreads. Karena reviewnya juga banyak yang agak negative juga, yang akan aku jelaskan nantinya.

Tentang penulis novel ini, tentunya banyak orang yang sudah mengenal John Green, penulis novel best seller The Fault in Our Star atau yang disingkat TFIOS. Filmnya di awal release juga katanya banyak yang bikin orang nangis but me heuheu. Meskipun aku tidak terlalu terenyuh gitu saat menonton filmnya, harus aku akui aku suka style John Green dalam bercerita. Yang juga menjadi alasan utama aku mau membaca Paper Towns ini. 

Seperti yang aku katakakan tadi, novel ini ada bau-bau detektifnya. Saat melihat judulnya aku jadi  bertanya-tanya apa maksud paper towns itu. Ternyata maksudnya ya itu. Silahkan baca sendiri deh, heheh. 

Kelebihan dari novel ini adalah pertama, novel ini bikin penasaran. Pertanyaan-pertanyaan seperti Margo hilangnya kemana? Gimana endingnya nanti? Dan yang paling bikin penasaran, kira-kira bagaimana caranya Margo bisa ditemukan? 

Yang kedua, kelebihan dari novel ini adalah penulisnya bisa bercerita dengan baik. Aku sudah menyebutkannya ya tadi? Pokoknya novel ini bisa bikin nggak bosen. Terutama untuk kategori novel Young Adult. Apalagi novel ini diisi dengan humor dan filosofi kehidupan. Ohyah, salah satu petunjuk yang diberikan oleh margo adalah ada di dalam sebuah puisi. Yang bikin novel ini makin berwarna aja. Apalagi nama-nama karakternya juga unik, kayak Quentin dan Margo yang menjadi tokoh utama di dalam novel ini. Selain nama yang unik, karakter yang kuat menjadi poin lebih dari novel ini. Karakter yang kuat maksud aku disini adalah karakter yang terlihat keunikannya masing-masing. Yang bikin pembacanya, seperti aku, jadi begitu menyukai atau membencinya.
 
Berikut beberapa karakter yang cukup aku suka dan tidak sukanya. Karakter yang paling tidak aku sukai adalah Margo. Alasannya?

Saat menghilang, Margo meninggalkan beberapa clues agar semua orang mau mencarinya. Sebenarnya clues itu sengaja ditinggalkannya untuk Quentin teman masa kecilnya, yang menurutku, adalah cinta pertamanya meskipun sepertinya ini tersirat dan tidak tertulis secara gambling di dalam novel. Margo adalah seorang gadis yang popular, sedangkan Quentin adalah cowok biasa-biasa saja. Jujur aja, aku kurang suka dengan sifat-sifatnya Margo. Oke, dia memang popular, tapi dia menghilang seenak jidatnya sendiri. Tidak mengabari dan tidak memberitahu dimana keberadaannya. Tentu aja orang tuanya cemas. Teman-temannya cemas. Apalagi Quentin yang udah naksir Margo dari kecil dan diam-dia selalu menyukai Margo. Emang perbuatannya menghilang itu terbilang cukup berani dan ia udah terbiasa menghilang dan meninggalkan petunjuk-petunjuk supaya orang bisa mencarinya. Tapi justru itu bikin dia makin keliatan egois dan hanya mencari perhatian orang lain.
 
Sedangkan Quentin, dia seperti pahlawan—Margo diakhir cerita juga menganggapnya seperti itu—yang menurut aku karena saking naksirnya sama Margo, tetangganya yang gak pernah anggap dia sejak mereka kecil, kok mau-maunya mecahin clues yang dikasih Margo supaya bisa menemukannya. She doesn’t deserve that! Ugh!

Karakter yang paling aku suka di novel ini adalah Radar, aku lupa nama aslinya hehe. Dia adalah sahabatnya Quentin dan Ben. Radar cukup bijak saat menasehati Quentin, kalau semua orang itu gak bisa dipaksa untuk menjadi seperti dirimu. Kamu adalah kamu, kamu bukan orang lain dan tidak bisa menjadi orang lain. Orang lain juga tidak bisa menjadi sama sepertimu atau memiliki sifat dan keinginan yang sama sepertimu. Karena sifat orang itu beda-beda. Kira-kira begitulah yang disampaikan oleh Radar saat Quentin berantem sama Ben.
 
Omong-omong, setelah aku selesai membaca novel ini aku langsung melihat review orang di goodreads. Beberapa ada yang bilang novel ini mirip sekali dengan Looking For Alaska. Bahkana da yang bilang harusnya novel ini berjudul Looking For Margo. Saat berada di bagian tengah cerita aku juga berfikir kira-kira Looking for Alaska ceritanya seperti apa? Apa ada orang yang menghilang juga? Aku belum berani baca review orang di goodreads sih. Karena gak mau terpengaruh di komentar negatifnya. Meskipun banyak yang bilang kedua novel Paper Towns dan Looking For Alaska itu punya pola yang sama dan mirip, aku jadi makin penasaran dan ingin membaca untuk melihat sendiri kemiripan kedua ceritanya. 

Untuk penilaian keseluruhan aku masih bingung sih mau memberikan 4 bintang atau 3, tapi aku akhirnya, memutuskan memberikan bintang 3. Novelnya memang menarik, bikin pembaca penasaran dan gak bikin bosen. Tapi yah karena karakter Margo yang ruined isi ceritanya. Karena secara gak langsung karakter Margo juga mempengaruhi isi cerita. 
 
Okay, selanjutnya aku bersiap untuk Looking for Alaska. ^_^



Senin, 02 November 2015

[Review Novel] 86 karya Okky Madasari



Judul : 86
Penulis : Okky Madasari
ISBN : 9789792267693
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Jumlah halaman : 252 halaman

Sinopsis
 
Apa yang bisa dibanggakan dari pegawai rendahan di pengadilan? Gaji bulanan, baju seragam, atau uang pensiunan?

Arimbi, juru ketik di pengadilan negeri, menjadi sumber kebanggaan bagi orangtua dan orang-orang di desanya. Generasi dari keluarga petani yang bisa menjadi pegawai negeri. Bekerja memakai seragam tiap hari, setiap bulan mendapat gaji, dan mendapat uang pensiun saat tua nanti.

Arimbi juga menjadi tumpuan harapan, tempat banyak orang menitipkan pesan dan keinginan. Bagi mereka, tak ada yang tak bisa dilakukan oleh pegawai pengadilan.

Dari pegawai lugu yang tak banyak tahu, Arimbi ikut menjadi bagian orang-orang yang tak lagi punya malu. Tak ada yang tak benar kalau sudah dilakukan banyak orang. Tak ada lagi yang harus ditakutkan kalau semua orang sudah menganggap sebagai kewajaran.

Pokoknya, 86!


Review 
  
Mungkin sebelumnya banyak yang bertanya-tanya apa maksud dari '86' yang menjadi judul dari novel ini. Well, saya pun juga belum tahu. Awalnya saya menebak-nebak '86' itu adalah angka kelahiran atau kode rahasia, melihat dari sinopsis di belakang novelnya "Pokoknya, 86!" Setelah saya baca keseluruhan isinya, saya mulai paham. Saya akan beri tahu pengertiannya di akhir tulisan nanti, heheh.

Sebelumnya saya akan memberikan spoiler dikit tentang isi cerita dari novel ini. 86 mengisahkan tentang kehidupan Arimbi, seorang pegawai pengadilan. Sebagaimana streotype dari kebanyakan masyarakat Indonesia, menjadi pegawai negri itu dianggap pekerjaan yang "wah". Yang penting bisa jadi pegawai. Memakai seragam, memiliki gaji tetap setiap bulan, dan mendapatkan jaminan di hari tua adalah impian setiap orang tua untuk anak-anaknya kelah. Para orang tua menyekolahkan anak-anaknya mengharapkan anak-anak mereka kelak menjadi pegawai. Begitu juga yang dialami oleh Arimbi. Meskipun sebenarnya pekerjaannya adalah hanya seorang juru ketik, namun tetaplah seorang pegawai. Ia dianggap menjadi seseorang yang berderajat tinggi karena menjadi pegawai negeri. Apalagi ia bekerja di Jakarta. Maka bertambahlah pandangan positif orang kampung terhadap dirinya. Meskipun mereka tidak mengetahui bahwa Arimbi tinggal di gang kumuh di Jakarta. Satu lagi mindset dari kebanyakan orang Indonesia kalau bekerja di Jakarta itu adalah pekerjaan yang sangat "wah". 

Arimbi awalnya adalah sosok yang lugu, bersih, dan tidak tahu apa-apa. Gajinya yang pas-pasan membuatnya hidup secara pas-pasan juga. Hingga suatu hari ia mendapatkan "hadiah" dari seseorang yang berpekara di pengadilan. Saat itu yang bertugas untuk mengetik surat perkaranya adalah Arimbi. Itulah awal dari Arimbi mulai ternodai dengan praktek korupsi.

Ia mulai menyadari bahwa praktik korupsi itu bukan sesuatu yang salah, tapi adalah hal yang lumrah. Hal yang salah akan menjadi benar saat semua orang sudah melakukannya. Awalnya ia merasa bersalah, namun lama kelamaan ia menjadi candu. Korupsi itu mudah dan menguntungkan. Orang tidak akan menjadi kaya jika tidak korupsi. Misalnya saja atasan Arimbi yang bisa berpakaian mewah dan jalan-jalan ke luar negri. Atau sahabat Arimbi di kantornya yang bisa membeli mobil baru dan berpakaian bagus. Gaji seorang pegawai negri tidak akan mampu membeli semua barang tersebut. Teman-teman sekantor Arimbi sudah biasa dengan kerja sama yang melibatkan uang ini. Sudah jadi rahasia umum semua orang melakukannya di kantornya. Yang penting semua orang yang terlibat mendapat keuntungan. 

Hingga suatu hari Arimbi terlibat langsung dalam sebuah perkara besar. Ia menjadi perantara dari transaksi suap, meskipun dirinya tidak terlibat apa-apa. Dari sinilah dimulai perubahan hidup Arimbi 180 derajat. Untuk kelengkapan ceritanya silahkan baca novelnya ya heheh :) 

Kelebihan dari novel ini adalah novel ini mengangkat cerita kehidupan sehari-hari. Tanpa kita sadari, sehari-harinya kita bertemu, mengalami, dan menyaksikan praktek korupsi itu sendiri. Penulis dalam novel ini memperlihatkan realitas kehidupan dari bangsa Indonesia kalau dari struktur ke atas hingga ke bawah di pemerintahannya dipenuhi korupsi. Mulai dari hakim yang dianggap sebagai lembaga yang paling adil, bisa diadilkan dengan uang pelicin yang pas. Sampai struktur yang paling bawah seperti kelurahan yang mengurus surat-surat administrasi pernikahan. Semua urusan surat menyurat bisa selesai dengan membayar harga yang sesuai. Dua dari contoh di atas saya sudah mengetahuinya. Satu hal fenomena dari korupsi yang baru saya ketahui dan membuat saya tercengang-cengang setelah membaca novel ini. Yaitu praktek korupsi di dalam penjara. Setiap pintu ada uang masuknya jika seseorang ingin membesuk para narapidana. Dan yang lebih mencengangkan saya adalah transaksi sabu-sabu yang diceritakan di dalam novel ini. Sebelumnya saya hanya mengetahuinya melalui berita tentang pengedaran sabu-sabu dari penjara. Saya tidak tahu paham detailnya. Namun setelah membaca novel ini, saya menjadi tahu detailnya. 

Meskipun cerita fiksi, novel ini menurut saya relevan dengan fakta yang ada terkait dengan fenomena-fenomena korupsinya. Apalagi dengan latar belakang penulis yang dulunya pernah bekerja sebagai wartawan bidang hukum dan korupsi--seperti yang disebutkan oleh penulis di halaman tentang penulis. 

Kelebihan lainnya dari novel ini adalah saya suka kesetiaan dari kisah cinta Arimbi dan Ananta. Saya mungkin tidak bisa menjudge lifestyle kehidupan sex bebas mereka sebelum menikah. Namun saat Arimbi mengalami keterpurukan dalam hidupnya, Ananta tetap setia menemaninya. Bahkan saat Arimbi di dalam penjara. (tuh kan spoiler lagi! heheh) Akhir dari kisah Arimbi tidaklah bahagia. Penulis memperlihatkan seseorang yang sudah sekalinya terlibat dan menjadi candu dalam praktek korupsi akan sulit untuk lepas dari korupsi itu sendiri. Korupsi itu seperti candu. Seperti rokok dan narkoba, korupsi juga menjadikan manusia untuk berani berbuat haram lainnya. Mulai dari mencandu rokok, lalu menjadi narkoba. Mulai dari mencoba narkoba, lalu menjadi pengedar. Pokoknya hal-hal seperti itulah. Meskipun berusaha untuk lepas, namun saat kesulitan  ekonomi mereka akan kembali lagi pada cara termudah, yaitu dengan mencari uang dengan cara haram. Pokoknya 86 deh!

86 itu sendiri artinya adalah yang penting ada uangnya, semua beres! Setelah selesai membaca novel ini, saya langsung mencari di mbah google kira-kira apa pengertian 86 itu dan dari mana asalnya. Menurut Suara Merdeka, 86 adalah sandi yang harus dimengerti anggota polisi yang memiliki arti sama-sama mengerti atau memahami sebuah ''taruna''. Taruna itu sendiri aritinya perintah. Jadi 86 artinya mengerti perintah. Namun istilah 86 berkembang menjadi pengertian negatif. 86 adalah istilah yang digunakan untuk menyuap polisi dengan sejumlah uang untuk melancarkan penanganan kasus. Kira-kira sama pengertiannya yang ada dalam novel ini.

Novel ini wajib dibaca buat semua orang. Sebagai pendidikan tentang buruknya praktek korupsi atau pun sebagai hiburan di saat santai. Saya memberikan rating 4 bintang untuk novel keren ini.

Senin, 26 Oktober 2015

[REVIEW] OMEN #7 Target Terakhir oleh Lexie Xu

Sebelumnya aku belum pernah baca OMEN series. Buku yang ketujuh, sekaligus buku yang terakhir dari series OMEN ini adalah seriesnya yang pertama kali aku baca. Aku tertarik membacanya selain karena genrenya yang thriller--kebetulan aku suka baca novel-novel ala detektif dan misteri--novel ini kayaknya juga populer. Kalau datang ke toko buku Gramedia, sering aku lihat anak-anak SMP dan SMA yang ngerubungin kumpulan dari novel-novel OMEN series ini. Makanya aku jadi penasaran. Apalagi pas lihat covernya yang isinya gambar dari wajah karakter-karakternya yang memakai seragram berdarah-darah. Kayaknya keren aja gitu. Dan akhirnya novel ini aku putuskan untuk membawanya pulang, setelah membayar di kasir tentunya. Hehe..

Novel terbitan Gramedia Pustaka ini memiliki ketebalan 510 halaman. Cukup tebal ya? Pada saat memegangnya aku mulai membayangkan pasti akan banyak cerita-cerita seru yang disajikan penulis di dalamnya. Ah, ya sebelum membaca ceritanya, aku juga menyempatkan waktu untuk membuka halaman awal sama halaman belakang. Biasanya di halaman-halaman ini terdapat kata sambutan atau biodata dari si penulis. Pada halaman awal, aku menemukan sebuah surat dari Lexi Xu untuk anaknya. Dan pada halaman belakang aku menemukan biodata dari si penulis sendiri. Juga ada ringkasan dari novel-novel OMEN series lainnya. langsung saja aku baca semuanya. Yang bikin aku makin penasaran untuk membaca ceritanya. Saat itu aku berniat menamatkannya hari itu juga. Biasanya novel-novel yang menarik minatku akan aku baca hingga tandas hari itu juga.

Pada bagian awal novel, jujur aja aku sangat tertarik membacanya. Karakter-karakter yang ada dalam novel ini menarik dan tampaknya sangat kuat sekali. Maksudnya mereka punya keunikan-keunikan mereka sendiri. Misalnya Nikki yang psychopat, Erika yang tomboy namun jenius, Rima yang katanya mirip sadako, Putri yang jutek namun punya kharisma, Aya si makelar yang matre, Damian yang sebetulnya baik namun menutupinya dari semua orang, Val yang low profile. Ada juga Gil, OJ, dan Vik. Terus juga ada karakter dari Jonathan yang dipanggil Om BR. Setiap bab berganti-ganti dengan POV dari setiap karakter yang aku sebutkan tadi. Dan menggunakan aku dalam setiap babnya, meskipun dalam kesehariannya terkadang karakter tersebut menggunakan Lo-Gue dengan teman-temannya.

Di awal memang sangat menarik. Pembaca bisa disuguhi dengan karakter yang berbeda-beda. Namun pas berada di tengah-tengah aku mulai merasa bosan. Ada beberapa sebab kenapa aku menjadi bosan membacanya. Pertama, meskipun para karakter terkadang melakukan tindakan sesuai dengan sifat mereka, penulis terlalu banyak menceritakan pikiran-pikiran si karakter. Semuanya diceritakan. Dan aku juga merasa alurnya terasa lambat sekali, terutama pada saat bagian awal menuju tengah. Peralihan antar karakter kayak nggak ada kejadian baru. Penulis menceritakan kejadian yang sama namun dengan sudut pandang karakter yang berbeda. Awalnya aku merasa terbantu sih, karena aku belum pernah membaca OMEN series sebelumnya. Paling tidak aku tahu kejadian-kejadian yang ada di series lainnya. Tetapi lama-kelamaan aku juga jadi bosan.

Kedua, aku merasa beberapa karakter nggak terlalu realistis jika dibandingkan dengan kehidupan nyata. Misalnya karakter para polisi yang setelah kejadian rumah Daniel diserang (bisa dilihat di halaman 161), mereka menggosipkan tentang Morgan atau Chef Juna yang ganteng. Aku sebelumnya belum pernah membaca series novel OMEN yang lainnya, jadi aku tidak tahu tentang karakter Inspektur Lukas ini atau para polisi lainnya. Tapi aku ngerasa kayaknya ada yang salah kalau seorang polisi dan terutama jika itu cowok, ngomongin soal selebritis mana yang ganteng. Meskipun ini adalah cerita fiksi, hanya saja menurutku agak terasa salah. Meskipun beberapa bagian yang nggak masuk akal ini emang lucu sih. Karena dalam kejadian nyata jika ini beneran terjadi, aku beneran bakal ngakak.

Pas bagian di tengah-tengah novel aku sempat berhenti membacanya. Mau melanjutkan pun malas. Padahal saat itu konflik utamanya baru dimulai. Namun akhirnya aku berusaha untuk menyelesaikan. Masih banyak novel-novel lainnya yang menunggu untuk dibaca soalnya, hehe. Dan setelah menyelesaikan novel ini, tidak mengecewakan kok. Aku suka sama endingnya yang nggak terlalu maksa.

Pada bagian konflik utama juga lumayan menarik minatku untuk menyelesaikan membaca novel ini. Mungkin karena setiap karakter saat itu terpisah-pisah jadi kejadian yang mereka alami berbeda, jadi penulis nggak mengulang kejadian yang sama untuk diceritakan. Bikin penasaran juga, karena aku pengin tahu apa yang terjadi pada setiap karakter pada pertempuran terakhir mereka dengan Nikki.

Endingnya juga keren. Kisah cinta Putri-Damian benar-benar nyesek ya. Lalu kisah cinta Val dan Les juga yang aku suka endingnya seperti itu. Penulis masih menyisakan misteri dan cerita yang belum terselesaikan pada akhir buku, yang bikin aku suka karena pembaca seperti aku bisa berimajinasi dan menebak-nebak apa yang terjadi pada setiap karakternya.

Kelebihan lainnya dari novel ini yaitu plotnya rapi banget. Nggak salah juga sih, penulis kan menyelesaikan dalam waktu setahun. Dan yang membuahkan hasil karena aku lihat ratingnya di goodreads dapat bintang 4 lebih. Keren banget kan? Meskipun yah, aku memberi rating 3,5 untuk novel ini. Kalau dari page 1 saat ini di review goodreads saat ini, aku lihat rata-rata memberikan rating 4 atau 5. Apa cuma aku yang ngasi rating 3 ya? Heheh. Tapi itu kembali lagi kepada penilaian setiap orang kan beda-beda yah.

Tapi serius deh, novel ini SANGAT layak untuk dibaca para remaja dan orang dewasa. Biasanya novel teenlit menceritakan tentang kisah percintaan melulu, kalo yang satu ini agak berbeda. Mungkin saat ini di dunia pernovelan Indonesia (ceilah), masih jarang banget novel teenlit yang bergenre thriller. Jadi yuk baca novelnya! :) (kok  jadi promosi ya? -_-)

Selasa, 18 Agustus 2015

[Movie Review] Film Thailand "Timeline"

Kali ini aku mau ngereview Film sekaligus spoiler sih heuheu.

Ekspektasi kalo lihat judul film yang berbau Thailand, pasti aku mikirnya filmnya adalah film yang bakal bikin ngakak alias film bergenre komedi. Meskipun yah, sebelumnya aku udah pernah nonton film Thailand yang agak melow juga kayak Friendship. Film ini emang berakhir dengan sad ending seingatku. Selain film ini, film Thailand yang lain yang udah pernah aku tonton (yang aku lupa judulnya apa aja wkwk) rata-rata lucu semua. Berbeda dengan satu ini, Timeline karena agak menyesakkan gitu nontonnya.

Dirilis pada tahun 2014, film ini diawali dengan kisah tentang seorang ibu yang punya seorang suami yang tampaknya menyayanginya. Namun siapa sangka ternyata suaminya meninggal sebelum anak mereka yang pertama dilahirkan. Sang ibu membesarkan anaknya seorang diri tanpa bantuan siapa pun. Untuk mencukupi kebutuhan mereka, si ibu mengurus tanah pertanian yang menjadi impian suaminya dulu. 

Saat anaknya sudah tamat sekolah, si anak yang bernama Tan memutuskan untuk tidak kuliah di Fakultas Pertanian di daerah tempatnya tinggal seperti yang diingankan oleh ibunya. Ia diterima di jurusan Jurnalistik di Bangkok. 

Berangkat menuju Bangkok, Tan merasa bahwa inilah yang ia inginkan. Tidak mengurus pertanian, tidak menjadi seperti yang ibunya inginkan. Ia mulai terbawa arus oleh teman-teman barunya. Minum-minum dan meminta dibelikan iphone kepada ibunya. Ia bahkan tidak tahu bahwa saat itu ibunya sedang kebingungan karena tanaman arbei yang ditanam di tanah pertanian mereka banyak yang mati.

Di hari pertamanya menjadi mahasiswa baru, Tan terlambat datang karena semalam ia habis minum-minum dengan teman-temannya. Alhasil, ia dihukum bersama seorang cewek yang juga datang terlambat. Disinilah awal pertemuan Tan dengan June. (Kayanya dia lahir di bulan Juni kali yah :p) Tan dan June mulai berteman dekat. Tampaknya June juga dari awal sudah tertarik dengan Tan. Hingga ketika Tan bertemu dengan Kak Oon (bacanya on aja bukany o-on =.=). Disitu digambarkan Kak Oon itu cantik banget, padahal menurut aku sih biasa aja haha. Kak Oon itu sutradara di klub film gitu, makanya Tan mengajak June untuk bergabung ke klub itu.

Singkat cerita, Tan mulai sibuk dengan kehidupannya sebagai mahasiswa dan cinta bertepuk sebelah tangannya pada Kak Oon. Hingga dia mulai mengabaikan ibunya yang tinggal di perdesaan, dan juga June yang selalu di dekatnya. 


Penyesalan emang datangnya selalu belakangan, kalo bukan gitu bukan penyeselan namanya hehe. Dan penyeselan yang paling menyesakkan adalah mengabaikan orang-orang yang selalu menyayangimu, sementara kamu terlalu sibuk mengejar cinta yang baru yang bersifat semu, belum tentu nyata.

Begitulah yang kejadian sama Tan. Dia dapat kabar kalo ibunya sakit dan dirawat di rumah sakit. Sementara June pergi ke Jepang karena mendapat beasiswa di sana. Dan Kak Oon sendiri udah jelas menyatakan kalau dia emang nggak bisa membalas perasaannya Tan.

Ending dari film ini nyesek banget, hayo coba tebak apa :p

Tapi banyak pelajaran hidup yang bisa di dapet dari film ini. Bagaimana seharusnya kita tidak mengabaikan perasaan orang tua dan orang-orang terdekat yang benar-benar tulus, bagaimana kita harus tegar menghadapi kehidupan meskipun kita hanya sendiri. Tapi percayalah, selalu ada yang bisa membuat kita semangat asal kita mau mensyukurinya. Dan jangan pernah menyerah untuk mencapai mimpi. Hidup itu bakal jadi nggak jelas dan nggak karuan kalo kita nggak punya impian, tujuan hidup.

Dari semua yang bikin sesek dari film itu, ada satu yang aku kurang suka. Dalam film itu diceritain bagaimana ibunya Tan sama Tan mengejar mimpi dari orang yang mereka sayangi menjadi impian mereka. Dan mereka bahagia melakukannya. Aku masih nggak paham kenapa mereka bisa sok tegar dan bilang bahagia. Meskipun mereka bilang begitu, rasanya tetap saja akan sama sedihnya karena orang yang mereka sayangi udah nggak ada lagi. Sama kayak seseorang yang bilang bakal bahagia ngeliat orang yang dia sayangi bahagia bersama orang lain. Munafik bukannya ya? :p

Kamis, 11 Juni 2015

Review In A blue Moon by Ilana Tan


Judul                  : In A blue Moon
Penulis               : Ilana Tan
ISBN                 : 9786020314624
Penerbit             : Gramedia Pustaka Utama
Jumlah Halaman : 320 

Sinopsis Novel

“Apakah kau masih membenciku?”
“Aku heran kau merasa perlu bertanya.”


Lucas Ford pertama kali bertemu dengan Sophie Wilson di bulan Desember pada tahun terakhir SMA-nya. Gadis itu membencinya. Lucas kembali bertemu dengan Sophie di bulan Desember sepuluh tahun kemudian di kota New York. Gadis itu masih membencinya. Masalah utamanya bukan itu—oh, bukan!—melainkan kenyataan bahwa gadis yang membencinya itu kini ditetapkan sebagai tunangan Lucas oleh kakeknya yang suka ikut campur.

Lucas mendekati Sophie bukan karena perintah kakeknya. Ia mendekati Sophie karena ingin mengubah pendapat Sophie tentang dirinya. Juga karena ia ingin Sophie menyukainya sebesar ia menyukai gadis itu. Dan, kadang-kadang—ini sangat jarang terjadi, tentu saja—kakeknya bisa mengambil keputusan yang sangat tepat.


Review 

Manis seperti coklat, itulah yang ada di pikiran saya selama dan sesudah saya membaca novel ini. Sering kali saya tersenyum-senyum selama membaca novel terbaru Ilana Tan ini. Sebelum membeli novel ini, saya sudah membaca review dari beberapa blog karena saya sangat penasaran bagaimana isi ceritanya. Karena ini Ilana Tan, lho! Salah satu penulis favorit saya, yang setiap karyanya selalu saya nantikan. Dan begitu tau, novelnya kali ini berbeda dengan novel sebelumnya Sunshine Becomes You yang berakhir dengan sad ending (kapan-kapan saya akan menuliskan reviewnya) saya jadi bertambah penasaran ingin membacanya.

Novel ini dapat saya selesaikan dalam waktu tiga jam lebih hehe. Kalau sedang membaca buku  bagus, saya tidak bisa bertahan membaca setiap halamannya hingga selesai. 

Tentang isinya, di sinopsis di bagian belakang bukunya juga sudah diceritakan sekilas. Tentang seorang Lucas Ford yang dipaksa bertunangan dengan Sophie Wilson, cucu teman kakeknya. Sophie Wilson adalah teman Lucas Ford di SMA dulu. Well, sebenarnya di awal cerita Sophie tidak menganggap Lucas menjadi temannya, namun seseorang yang dibencinya. Alasannya karena haha baca sendiri deh ya biar ngga spoiler. Namun dari awalnya benci, Sophie mulai menyukai Lucas meskipun Sophienya denial. Endingnya bahagia, silahkan baca sendiri.

Meskipun jalan ceritanya tidak rumit, ringan, sangat ringan malah, namun novel ini memiliki karakter-karakter yang kuat yang yeah, beberapa membuat alis saya terangkat kok seperti ini ya? Dimulai dari tokoh utama, Lucas Ford. Seorang chef terkenal, tampan, romantis, perhatian, setia, gentleman dan blablabla pokoknya idaman perempuan bangetlah, haha. Meskipun di dalam dunia nyata, jika seorang pria mengucapkan kata-kata manis seperti yang dikatakan oleh Lucas Ford ini menurut saya adalah seperti gombalan. Namun di dalam novel terasa sangat manis. Mungkin lebih karena reaksinya Sophie yang membuatnya menjadi manis, lucu, dan bikin saya senyum-senyum sendiri.

Kemudian karakter utama lainnya, Sophie Wilson. Seorang gadis biasa, pemilik toko kue, awalnya galak kepada Lucas, dan denial. Iya, denial. Dia tidak mau mengakui perasaannya pada Lucas. Karakter yang ini juga sangat kuat. Ilana Tan mampu menceritakan bagaimana Sophie yang awalnya benci pada Lucas, lama kelamaan berbalik menjadi menyukainya walaupun Sophie sendiri tidak menyadarinya. 

Lalu ada karakternya kakeknya Lucas, yang sering bikin saya ketawa. Dialah yang ingin menjodohkan cucunya dengan Sophie Wilson. Dan ada karakter-karakter lainnya seperti Nic, sahabatnya Sophie, Miranda, Adrian, dan Tyler dan Spencer, kakak-kakaknya Sophie. Tentang kakak-kakaknya Sophie, digambarkan sebagai kakak-kakak yang overprotective kepada adiknya, apalagi menyangkut pacar adiknya. Namun, di dalam tindakannya sendiri, menurut saya kakak-kakaknya Sophie tidak segalak yang dideskripsikan oleh Ilana Tan.

Kelebihan dan Kekurangan Novel

Saya suka karakter-karakter dalam novel ini. Terutama Lucas Ford, hehe. Seperti di novel-novel sebelumnya, Ilana Tan juga menggambarkan seorang tokoh pria yang romantis di novelnya kali ini, yang bakal bikin semua cewek mikir cowok yang kayak gini ada yaa? Atau saya aja yang mikir gitu? Haha. Lalu, saya juga suka bagaimana Ilana Tan menyampaikan ceritanya. Kalau diibaratkan seperti kue biskuit yang baru keluar dari panggangan. Renyah dan tidak membosankan. (ah, saya selalu menggambarkan novel yang enak dibaca dengan kue). Saya udah cerita kan gimana novel ini sangat manis, jadi ibaratnya biskuit coklat yang manis. 

Namun ada juga yang menurut saya kurang dalam penceritaannya. Misalnya saja, awalnya Lucas Ford menolak mentah-mentah tentang pertunangannya. Lalu malah berubah tiba-tiba jadi pria yang memuja Sophie Wilson. Meskipun tampaknya, well, saya hanya menebak sendiri sebenarnya ada cinta monyet di antara Sophie dan Lucas saat di SMA dulu.

Lalu, konfliknya yang berada pada bagian ke 3/4 dari novelnya, bukan di tengah-tengah. Dan penyelesaian konfliknya yang menurut saya agak terburu-buru diselesaikan. 

Overall, terlepas dari segala kekurangan dari novel ini, saya tetap menyukai novel ini. Saya menberikan rating 4,5 dari lima bintang untuk novel ini.

Awal yang Baru

source: pinterest.com Dari luar jendela, kudengar rintik hujan mengetuk-ngetuk bumi. Kubuka pintu kamar dan berjalan menuju balkon. Ku...